Assalamu’alaikum..!
Nama saya Siti Nurhaswinda, lahir tahun 1997 di Tanjung Pinang. Kurang lebih umur satu tahun saya ikut bersama kedua orang tua ibu dan ayah merantau ke Kalimantan, Alamat dan nama tempatnya sudah tidak ingat lagi.
Di usia empat tahun ayah saya meninggal dunia, sebagai manusia biasa tentu saya sangat sedih sekali. sedihnya seorang anak yang ditinggal pergi oleh orang tuanya. Tapi saya masih bersyukur karena masih memiliki seorang ibu yang sangat saya cintai. Sekalipun sepeninggal ayah tidak lagi bersama dengan ibu. Karena pada waktu itu saya harus ikut kembali bersama paman kekampung halaman, beliau yang membesarkan saya sampai saat ini.
Sebenarnya hati kecil saya tidak ingin meninggalkan ibu tinggal dan mencari nafkah sendiri di kampung orang. Tapi inilah sebuah taqdir hidup yang harus saya jalani. Saya harus rela berpisah karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung. Keluarga saya adalah keluarga sederhana dan hidup serba kekurangan.
Di kampung halaman tepatnya di pinggiran kota Tanjung Pinang saya tinggal bersama paman dan keluarganya. Alhamdulillah saya disekolahkan lalu saya dipindahkan saat kelas tiga SD ke salah satu sekolah pondok pesantren di Madura. Akan tetapi saya tidak bertahan lama, belum genap sebulan saya mondok lalu terserang penyakit malaria dan kondisi saya pada saat itu sangat parah. Sehingga paman memutuskan membawa saya pulang kembali dan melanjutkan sekolah di Tanjung Pinang. Waktu itu kelurga paman memiliki kemapuan ekonomi yang cukup sehingga saya tidak terlalu memikirkan biaya sekolah dan kebutuhan hidup saya.
Tidak berselang beberapa tahun usaha paman saya satu demi satu bangkrut dan tersangkut kasus yang saya tidak mengerti penyebabnya. Kondisi keluarga paman saat itu mulai berubah, bahkan untuk membiayai sekolah saya di tingkat SMP pun sudah tidak sanggup, sehingga saya harus berhenti sekolah. Namun taqdir untukku baik, karena paman mendapat informasi mengenai sekolah pesantren gratis bagi orang tak mampu. Namanya Hidayatullah di Tanjung Pinang. Saya kemudian diantar paman ketempat itu dengan harapan bisa bersekolah lagi, namun niat itu belum terkabulkan karena di cabang Hidayatullah Pinang belum ada sekolah tingkat SMP. Syukurlah Ust. Shulton (pimpinan pondok) menyarankan paman saya untuk mengantar saya ke Hidayatullah Batam, katanya di sana saya bisa sekolah tanpa ada biaya. Al-hamdulillah saat ini saya sudah kelas dua di SMPI-LH. Semoga dengan jalan ini saya bisa mencapai impian saya menjadi dokter...Amiin!
Kisah edisi april
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 comments:
Post a Comment